Sang Halilintar Anatolia
Turki pernah mengalami masa kejayaan ketika berada di bawah Dinasti Utsmaniyah selama ratusan tahun. Pemimpin mereka dikenal sebagai sultan-sultan pemberani yang ditakuti oleh raja-raja Eropa.
Di antara sultan Utsmani yang disegani musuh adalah Sultan Bayazid (Bayazid I). Bayazid adalah keempat dalam silsilah Dinasti Utsmaniyah, ayahnya adalah Sultan Murad, dan kakeknya adalah Sultan Orkhan, putra dari Sultan Utsman, pendiri Daulah Utsmaniyah.
Bayazid dikenal sebagai seorang pemberani dan gemar berjihad fi sabilillah, sebagaimana para pendahulunya. Kehebatannya di medan pertempuran dan kecepatannya dalam menghadapi musuh membuat orang-orang memberinya julukan “Yildirim”, yang berarti Halilintar. Jika nama itu disebut, orang-orang Eropa, khususnya Konstantinopel, akan merinding mendengarnya. Begitulah para pemimpin Islam dahulu, disegani musuh-musuh Allah.
Bayazid menjadi sultan menggantikan ayahnya, Sultan Murad yang syahid dalam pertempuran Kosovo pada 1389 M melawan orang-orang Salib Serbia. Ia ditikam oleh seorang pasukan Serbia dengan menggunakan pisau beracun.
Sultan Bayazid semenjak menduduki jabatannya sebagai sultan Utsmani, mampu memimpin negerinya dengan baik. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ia berhasil menguasai Bulgaria, salah satu negara penting di Balkan. Hal ini tentu saja membuat khawatir pasukan Salib Eropa, sehingga mereka bersatu menggabungkan kekuatan menghadapi Sultan Bayazid.
Eropa yang dipimpin Raja Hungaria, Sigismund, berhasil menggabungkan kekuatan mereka yang terdiri dari berbagai negeri: Prancis, Jerman, Inggris, Swiss, dan yang lainnya. Jumlah pasukan mereka mencapai 120.000 pasukan. Pasukan besar ini bertemu dengan 100.000 pasukan Utsmani yang dipimpin Sultan Bayazid di Nikopolis. Perang pun tak terelakkan, atas izin Allah, pasukan Islam berhasil meraih kemenangan.
Kekalahan pasukan Salib pada Perang Nikopolis membuat orang-orang Eropa khawatir. Mereka menganggap kekalahan itu sebagai bencana yang besar. Tidak lama lagi, orang-orang Turki Utsmani akan menguasai negeri-negeri mereka dengan mudah. Sementara bagi Sultan Bayazid, kemenangan di Nikopolis melambungkan namanya. Beritanya tersebar di seluruh negeri Islam, hingga Khalifah Abbasiyah di Kairo memberinya gelar “Sultan Romawi”, dan mendukung perjuangan jihadnya melawan pasukan Salib Eropa.
Setelah kemenangan yang gemilang ini, banyak kaum muslimin yang hijrah ke Anatolia, ibu kota pemerintahan Dinasti Utsmaniyah. Mereka semua mendukung perjuangan dan jihad Sultan Bayazid I. Tapi, tidak sedikit juga di antara mereka yang datang karena lari dari serbuan Timurlenk, pemimpin bangsa Mongol. Sultan Bayazid telah mengepung Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi Timur. Bahkan disebutkan, di dalam kota itu telah dibangun masjid atas permintaan Sultan Bayazid. Penaklukkan Konstantinopel memang menjadi target utama sang Sultan. Hanya saja, rencananya terhenti akibat serangan dari Timurlenk.
Pasukan Timurlenk
Ketika Sultan Bayazid berkuasa, di Samarkand, salah satu wilayah Khurasan, telah berdiri pemerintahan kuat yang dipimpin oleh Timurlenk, salah satu keturunan Mongol. Ia memang telah masuk Islam, tapi sifat-sifat leluhurnya yang bengis masih melekat pada dirinya. Timurlenk memiliki wilayah kekuasaan yang luas, mulai dari India, Damaskus, Transaxonia, dan wilayah Rusia.
Kehadiran Timurlenk membuat senang para pemimpin Eropa. Adanya Timurlenk membuat kerja mereka menghadapi Sultan Bayazid menjadi lebih ringan. Pada tahun 1402, terjadilah pertempuran antara Sultan Bayazid menghadapi pasukan Timurlenk yang berjumlah 800 ribu pasukan. Sementara pasukan Sultan Bayazid hanya 120.000 pasukan.
Perbedaan jumlah pasukan yang sangat jauh itu memberi kekalahan telak pada pihak Utsmani. Banyak dari tentara Bayazid yang mati kehausan karena kekurangan air, terlebih pada waktu itu musim kemarau sedang berlangsung. Sultan Bayazid pun ditangkap dan menjadi tawanan Timurlenk.
Kematian Sultan Bayazid
Setelah delapan bulan menjadi tawanan Timurlenk, pada tahun 1403 (805 Hijriyah), Sultan Bayazid I meninggal dunia. Ia meninggal masih dalam kondisi terbelenggu. Kekalahan Turki Utsmani, dan kematian Sultan Bayazid membuat senang orang-orang Eropa. Mereka mengirimkan ucapan selamat kepada Timurlenk atas keberhasilannya mengalahkan pasukan Turki Utsmani.
Ketika Sultan Bayazid meninggal, Timurlenk memperkenankan anaknya, Sultan Amir Musa mengambil mayat ayahnya. Ia dipulangkan ke Anatolia dan dimakamkan di sana, tidak jauh dari masjid di Anatolia. Sampai saat ini makamnya masih sering dikunjungi para peziarah. Sultan Bayazid meninggal dunia dalam usia 44 tahun.
Kematiannya memberikan luka yang mendalam bagi ummat Islam. Sementara itu, terjadi konflik di antara putra-putra Sultan yang berlangsung selama sepuluh tahun. Selama masa itu, seakan-akan pemerintahan Utsmaniyah telah runtuh sampai Sultan Muhammad Jalabi, putra Sultan Bayazid tampil dan memimpin kembali kesultanan Utsmani pada tahun 1379 M.
Komentar
Posting Komentar