Keutamaan Ahlul Badar
Orang-orang yang ikut serta Perang Badar
Perang Badar merupakan peran besar pertama yang terjadi antara ummat Islam dengan orang-orang kafir. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun kedua setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.
Hari meletusnya pertempuran Badar dikenal sebagai yaumul furqan atau hari pembeda. Hari itu adalah hari pembeda antara yang haq dan yang batil, pembeda antara Islam dan jahiliyah, antara tauhid dan kesyirikan. Allah berfirman: “jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Anfal: 41)
Sesaat sebelum perang meletus, Abu Bakar melihat Rasulullah berdoa dengan sangat khusyu’ mengangkat kedua tangannya sampai-sampai selendang Rasulullah terjatuh dari pundak beliau. Rasulullah berdoa:
“Ya Allah, jika pasukan ini kalah, maka Engkau sekali-kali tidak akan disembah lagi di bumi mulai hari ini. Ya Allah berilah kemenangan yang Engkau janjikan.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Maksudnya, jika pasukan kaum Muslimin kalah oleh kaum Musyrikin, sehingga Nabi dan para sahabat gugur, maka agama ini akan terputus. Olehnya tidak ada cara lain, kecuali memenangkan pertempuran agar agama ini tetap eksis.
Begitu pentingnya Perang Badar sehingga orang-orang beriman yang ikut terjun di dalamnya mendapatkan tempat tersendiri di sisi Allah dan Rasul-Nya. Ini terbukti ketika Hathib bin Abi Baltha’ah Radhiyallahu Anhu, seorang alumni Perang Badar, pernah melakukan kesalahan besar. Umar bin Khatthab lalu meminta izin kepada Nabi untuk menebas leher Hathib karena menurutnya ia telah munafiq.
Tapi Rasulullah mencegah Umar, beliau berkata, “Tahukah kalian, Allah telah memuliakan orang-orang yang ikut serta dalam Perang Badar. Allah berkata, ‘Lakukanlah apa saja yang kalian kehendaki, sungguh Aku telah mengampuni kalian.’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang ikut dalam Perang Badar yang jumlahnya 313 orang memiliki kemuliaan tersendiri, sehingga mereka sering disebut sebagai Ahlul Badr. Misalnya, dalam perkataan, “Fulan Badriyan” maksudnya, fulan itu telah ikut dalam Perang Badar. Bahkan keluarga mereka ikut disebut, seperti ayah si fulan atau kakek si fulan telah mengikuti Perang Badar.
Artinya, keberkahan perang Badar sangat mendalam sehingga kenangan indahnya sampai dirasakan oleh anak keturunannya. Mereka sangat bangga jika salah satu anggota keluarga mereka tercatat sebagai bagian dari barisan Mujahidin Perang Badar.
Pembeda Tauhid dan Kesyirikan
Perang Badar adalah perang pembeda antara tauhid dan kesyirikan. Pada perang tersebut, para sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum harus menghadapi keluarga mereka sendiri yang masih musyrik. Abu Ubaidah Ibnu Jarrah Radhiyallahu Anhu harus memerangi ayah kandungnya sendiri. Abu Bakar menghadapi putranya sendiri. Begitu juga Mush’ab bin Umair yang berada dalam barisan kaum Muslimin sementara saudaranya di pihak kaum kafir.
Allah berfirman: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya…”(QS. Al-Mujadilah: 22)
Persaudaraan karena iman dan Islam adalah persaudaraan yang sesungguhnya. Persaudaraan yang dilandasi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun persaudaraan karena nasab tanpa dilandasi dengan keimanan, maka persaudaraan itu sifatnya semu dan hanya berlaku di dunia. Di akhirat persaudaraan yang seperti itu akan terputus. Allah berfirman: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
Derajat Para Sahabat Berbeda
Derajat dan kedudukan para sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum Ajma’in berbeda satu sama lain. Orang-orang yang ikut hijrah bersama Nabi tidak sama derajatnya dengan orang yang masuk Islam belakangan. Orang-orang mengikuti Perang Badar lebih tinggi kedudukannya dibanding orang-orang yang baru ikut peperangan setelah Fathu Makkah.
Abu Bakar yang masuk Islam sejak awal tidak sama kedudukannya dengan Khalid bin Walid yang baru masuk Islam setelah Perjanjian Hudaibiyah. Meskipun Khalid pemimpin pasukan yang membuka Negeri Syam dan Iraq. Kedudukan Bilal berbeda dengan Abu Hurairah yang baru masuk Islam setelah Fathu Makkah.
Allah berfirman, “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu.” (QS. Al-Hadid: 10).
Komentar
Posting Komentar