Enam Kitab Hadits Terpopuler
Al-Kutub As-Sittah Kitab-kitab Hadits Rujukan Ummat Islam
Kita sering mendengar istilah Al-Kutub As-Sittah, kitab yang enam. Ia adalah sebutan bagi enam kitab hadits yang disusun oleh enam ulama hadits di masa keemasan Islam.
Keenam kitab hadits tersebut memiliki ciri khas masing-masing dan telah tersebar ke berbagai penjuru negeri Islam. Kitab hadits yang pertama dalam jajaran Al-Kutub As-Sittah adalah Shahih Bukhari yang ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari atau yang lebih dikenal dengan Imam Al-Bukhari. Ia adalah ulama hadits asal kota Bukhara, wafat pada 256 Hijriyah.
Sebenarnya, Shahih Bukhari diberi nama oleh penulisnya dengan nama “Al-Jami’ Al-Musnad Ash-Shahih Al-Mukhtashar min Umur Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi.” Jumlah hadits dalam kitab ini, disebutkan Al-Hafizh Ibnu Ash-Shalah dalam Ulum Al-Hadits, adalah 7.275 hadits termasuk hadits-hadits yang berulang. Sedangkan jika tanpa pengulangan, maka jumlahnya 4.000 hadits.
Kitab hadits kedua, adalah Shahih Muslim yang ditulis oleh Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi atau yang lebih dikenal dengan Imam Muslim. Ulama asal kota Naisabur, wafat tahun 261 Hijriyah. Penulisnya memberi nama kitabnya ini “Al-Musnad Ash-Shahih”.
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih Muslim sekitar 4.000 hadits dengan membuang hadits yang berulang. Dan Al-Hafizh Al-‘Iraqi menyebutkan jumlahnya 12.000 hadits mencakup hadits yang berulang.
Kitab hadits ketiga dalam jajaran Al-Kutub As-Sittah adalah Sunan Abu Dawud, karya Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani. Ia adalah ahli haditsnya kota Basrah, wafat pada 275 Hijriyah. Imam Abu Dawud menamakan kitabnya ini dengan “As-Sunan”.
Kitab hadits yang keempat adalah Jami’ At-Tirmidzi yang dikarang oleh Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, ulama yang wafat pada 279 Hijriyah. Tirmidz adalah kota tempat ia tumbuh besar, sebelah utara Iran. Kitabnya ini juga dikenal dengan nama “Al-Jami’ Ash-Shahih,” dan “Sunan At-Tirmidzi.”
Yang kelima adalah Sunan An-Nasa’i, yang disusun oleh Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib An-Nasa’i. Ia adalah ulama hadits kelahiran Nasa’, nama sebuah daerah di Khurasan. Imam An-Nasa’i wafat pada tahun 303 Hijriyah. Imam An-Nasa’i menamakan kitabnya dengan nama “As-Sunan Al-Kubra”.
Dan kitab hadits yang keenam dalam jajaran Al-Kutub As-Sittah adalah Sunan Ibnu Majah, yang ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah. Ia adalah seorang ulama dan ahli haditsnya daerah Qazwin, wafat pada tahun 272 Hijriyah.
Perhatian Para Ulama Terhadap Al-Kutub As-Sittah
Para ulama telah mencurahkan perhatian mereka terhadap Al-Kutub As-Sittah, terlebih lagi terhadap Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Tidak pernah mereka mencurahkan perhatian mereka kepada sebuah kitab, setelah Alqur’an, sebagaimana perhatian mereka terhadap Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Para ulama sejak dahulu hingga hari ini telah menulis berbagai syarah, ta’liq, ringkasan, dan lainnya mengenai Al-Kutub As-Sittah.
Di antara kitab-kitab Syarah Shahih Bukhari yang terkenal adalah Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Atsqalani dan Umdatul Qari karya Al-‘Aini. Sedangkan kitab Syarah Shahih Muslim yang paling penting antara lain Al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj karya An-Nawawi dan Syarh Shahih Muslim karya Abu Amr bin Utsman bin Ash-Shalah.
Kitab-kitab Syarah Sunan Abu Dawud antara lain Mirqah Ash-Shu’ud Ila Sunan Abi Dawud, karya As-Suyuthi dan Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud karya Syams Al-Haq Al-‘Azhim Abadi. Kitab-kitab Syarah Jami’ At-Tirmidzi yang terpenting antara lain, Tuhfah Al-Ahwadzi karya Abdurrahman Al-Mubarakfuri dan ‘Aridhah Al-Ahwadzi karya Abu Bakar bin Al-Arabi Al-Maliki. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pujian Para Ulama
Para penulis Al-Kutub As-Sittah adalah orang-orang yang telah diakui keilmuan dan keshalihannya baik oleh para ulama di zamannya, maupun oleh ulama setelahnya. Karya mereka tidak perlu diragukan lagi, menjadi rujukan para kaum Muslimin hingga hari ini.
Abdulah bin Abdurrahman Ad-Darimi, penulis Sunan Ad-Darimi, mengatakan, “Aku melihat para ulama di Al-Haramain, Hijaz, Syam, dan Irak, tapi aku tidak pernah melihat di antara mereka ada yang lebih mumpuni daripada Muhammad bin Ismail (Al-Bukhari).” Dia juga mengatakan, “Dia adalah orang yang paling berilmu, paling faqih, dan paling banyak menuntut ilmu di antara kami.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqalani berkata, “Muslim memperoleh dalam kitabnya keberuntungan yang besar, yang belum pernah seorang pun memperoleh seperti itu, sehingga sebagian orang lebih mengutamakannya daripada kitab Shahih Muhammad bin Ismail (Al-Bukhari).
Komentar
Posting Komentar