Imam Asy-Syafi’i dan Madzhabnya

Al-Umm, karya Imam Asy-Syafi'i

Madzhab Fiqih terbesar di Indonesia

Secara umum, madzhab fiqih terbesar di dunia Islam (sunni) ada empat madzhab, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Syafi’I adalah madzhab fiqih yang dianut oleh mayoritas ummat Islam di Indonesia.

Madzhab Syafi’I didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Ia memiliki nasab yang sampai kepada Hasyim bin Abdul Mutthalib bin Manaf bin Qushai bin Kilab. Jadi, ia seorang Quraisy dan masih satu nasab dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Asy-Syafi’i lahir di Ghaza, masuk wilayah Palestina pada hari ini, tahun 150 Hijriyah. Ia lahir di tahun yang sama dengan wafatnya Imam Abu Hanifah, pendiri madzhab Hanafi. Imam Syafi’i dikaruniai otak yang cerdas dan hafalan yang kuat oleh Allah. Pada usia tujuh tahun ia telah menghafal seluruh Alqur’an.

Pada usia sepuluh tahun ia telah mampu menghafal kitab Al-Muwattha, kitab hadits yang disusun oleh Imam Malik. Di usianya itu pula ia berguru kepada Imam Malik di Madinah. Ia juga berguru kepada mufti Makkah, Muslim bin Khalid Az-Zanji. Gurunya itulah yang mengizinkannya berfatwa saat usia Syafi’i masih lima belas tahun.

Setelah Imam Malik meninggal dunia, Imam Syafi’i menuju ke Yaman. Di sana dia diangkat sebagai mufti. Di Yaman pula ia menikah dengan seorang perempuan bernama Hamidah bnti Nafi’, masih keturunan Utsman bin Affan sahabat Rasulullah.

Ketika tugasnya selesai, Imam Syafi’i melanjutkan rihlahnya dalam menuntut ilmu. Pada tahun 195 H, ia menuju Baghdad (Irak) dan menetap di sana selama dua tahun. Di Baghdad dia belajar dari tokoh-tokoh madzhab Hanafi, di antaranya adalah Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani murid dari Imam Abu Hanifah. Ia juga sempat bertemu dan berbagi ilmu dengan Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali.

Di Irak inilah Imam Syafi’i menulis kitabnya yang terkenal diberinya judul “Ar-Risalah”. Ar-Risalah adalah kitab ushul fiqih pertama di dunia, yakni suatu ilmu yang dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum fiqih dari kitab suci Alqur’an dan hadits Rasulullah.

Fatwa-fatwa dan tulisan Imam Syafi’i selama menetap di Irak ini dinamakan dengan “Al-Qaul Al-Qadim” atau fatwa lama. Pada tahun 198 Hijriyah, sang imam pindah ke Mesir. Di negeri piramida inilah ia mengeluarkan fatwa-fatwa baru yang dikenal dengan “Al-Qaul Al-Jadid”. Imam Syafi’i menetap di Mesir hingga ajal menjemputnya tahun 204 Hijriyah di usia 54 tahun.

Sumber Hukum Madzhab

Sumber hukum syariat dalam madzhab Syafi’i ada empat, yaitu Alqur’an, Hadits-hadits Nabi, Ijma’ (kesepakatan para imam mujtahid dalam satu masa), dan qiyas. Imam Syafi’i pertama-tama merujuk kepada Alqur’an. Setelah Alqur’an, beliau merujuk kepada hadits-hadits Nabi termasuk khabar wahid, atau hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi (periwayat) saja.

Hanya saja, ia mensyaratkan perawinya harus tsiqah agamanya, dikenal jujur dalam perkataannya, seorang hafizh, mengerti apa yang disampaikan, bebas dari tadlis (kecurigaan) dalam periwayatannya, dan sanadnya harus sampai kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah dua sumber pokok itu, beliau merujuk kepada ijma’, kemudian qiyas dengan syarat memiliki dasar dari Alqur’an dan Sunnah.

Qiyas yaitu perbandingan menyerupakan hukum masalah yang baru dengna hukum masalah yang serupa dengan yang telah terjadi lebih dahulu. Contohnya, di dalam hadits-hadits diterangkan bahwa gandum kalau sampai satu nisab, wajib dizakatkan. Tapi padi tidak disebutkan dalam hadits. Imam Syafi’i lalu membandingkan menyerupakan padi dengan gandum, sama-sama wajib dizakatkan kalau sampai satu nisab, karena keduanya sama-sama tumbuhan yang menjadi makanan pokok.

Para Penyebar Madzhab

Imam Syafi’i sendiri yang mengkodifikasi madzhabnya dan menyebarkannya di negeri-negeri yang dikunjunginya. Tetapi, para murid-murid beliau juga berkontribusi dalam menyebarkan madzhab ini. Para murid dan pengikutnya tidak terhitung jumlahnya, baik yang berada di Hijaz, Irak, Mesir, dan lainnya.

Di antara murid beliau yang terkenal adalah Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi. Al-Buwaithi adalah murid Imam Syafi’I di Mesir yang paling senior. Imam Syafi’i pernah berwasiat jika ia meninggal maka yang menggantikannya sebagai pengajar adalah Al-Buwaithi.

Muridnya yang lain adalah Ismail bin Yahya Al-Muzani. Ia juga ulama kelahiran Mesir. Imam Syafi’i pernah berkata tentang Al-Muzani, “Al-Muzani adalah pembela madzhabku.” Setelah Al-Buwaithi, Al-Muzanilah yang menggantikannya sebagai pengajar madzhab ini. Masih banyak murid-muridnya yang lain, seperti Al-Muradi, Az-Za’farani, Ishaq bin Rahuyah, dan Al-Humaidi.

Ulama-ulama Madzhab Syafi’i

1. Abu Hatim Ar-Razi wafat 277 Hijriyah.

2. Imam Ad-Daruquthi wafat 385 Hijriyah.

3. Abu Ishaq Al-Fairuzabadi As-Syirazi wafat 476 Hijriyah.

4. Abu Hamid Al-Ghazali wafat 505 Hijriyah.

5. Abu Zakariya An-Nawawi wafat 676 Hijriyah.

6. Taqiyuddin As-Subki wafat 756 Hijriyah.

7. Ibnu Hajar Al-Atsqalani wafat 852 Hijriyah.

8. Jalaluddin As-Suyuthi wafat 911 Hijriyah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam yang Asing

Cheng Ho, Laksamana Muslim yang Tangguh

Kisah Khalifah Al-Ma’mun Menaklukan Kaum Khawarij