Ja’far bin Abi Thalib Syahid Perang Mu’tah


Bentuk tubuh dan wajahnya sedikit mirip dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia salah seorang putra Abu Thalib, paman Rasulullah. Hanya saja ia tidak seberuntung Ali yang dirawat oleh Rasulullah sejak kecil, sementara dia dirawat oleh pamannya, Abbas.

Ja’far bin Abu Thalib, kakak dari Ali bin Abi Thalib ini tumbuh menjadi pribadi yang hebat, otak yang cerdas, dan didukung lisan yang fasih berbicara. Ia termasuk sahabat Nabi yang mula-mula memeluk Islam melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Bersama istrinya, Asma binti Umais, ia memilih beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Meskipun perlakuan kasar dan penganiayaan dari orang-orang Quraisy mereka dapatkan, mereka tetap bersabar. Keduanya sangat paham bahwa jalan menuju surga itu penuh dengan rintangan dan ujian. Ketika gangguan dari orang-orang Quraisy Makkah semakin hebat, ia meminta izin Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama istri dan beberapa sahabatnya. Meski berat, Rasulullah mengizinkannya.

Ja’far beserta sahabat lainnya merasa berat meninggalkan kampung halaman, kota yang diberkahi, menyeberangi lautan menuju negeri yang entah bagaimana kondisinya. Namun, ia paham betul, inilah konsekuensi dari Tauhid. Itulah yang menguatkan mereka.

Di Habasyah, Ja’far bin Abi Thalib beserta rombongan diterima dengan baik oleh Raja Najasy yang beragama Nasrani. Mereka aman dan bebas menjalankan ibadah di sana. Tapi tak lama, datang dua orang Quraisy, Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah yang berusaha menghasud Raja Najasy. Mereka mengatakan bahwa saudara mereka itu membawa agama baru yang tidak dikenal. Kemudian meminta agar rombongan umat Islam dikembalikan ke negeri asalnya.

Umat Islam akhirnya dikumpulkan di hadapan Najasy dan pejabat kerajaan serta tokoh-tokoh penting. Sebagian mereka memegang Alkitab. Sang Raja kemudian menanyakan agama yang dianut oleh Ja’far dan rombongannya. Ja’far maju sebagai juru bicara dan menjelaskan semuanya dengan fasih. Ia kemudian membacakan surat Maryam yang membuat Najasy serta para pejabatnya meneteskan air mata hingga membasahi jenggotnya.

“Apa yang dibawa oleh Nabi kalian dengan apa yang dibawa oleh Nabi Isa keluar dari sumber yang sama.”, sabda sang Raja. Ia pun tetap membiarkan dan menjamin umat Islam tinggal di negerinya dengan aman serta menyuruh Amr bin Ash untuk pulang ke Makkah karena ia tidak akan menyerahkan umat Islam kepadanya.

Dari Ja’far dan umat Islam lainnya-lah hati Najasy terbuka untuk memeluk Islam di kemudian hari. Ia saling bersurat dengan Rasulullah di Madinah. Dan ketika meninggal, Rasulullah melakukan shalat ghaib untuknya.

Perang Mu’tah
Setelah sepuluh tahun tinggal di Habasyah, Ja’far berserta istrinya hijrah ke Madinah pada tahun 7 Hijriah. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Rasulullah dan saudara seiman lainnya yang telah lebih dulu hijrah. Rasulullah sangat gembira menyambut kedatangan Ja’far hingga beliau mengatakan, “Aku tidak tahu mana yang lebih membuatku gembira, kemenangan atas Khaibar atu kedatangan Ja’far bin Abi Thalib.”

Setahun berselang, Rasulullah mengirim pasukan dipimpin Zaid bin Haritsah ke Syam untuk berperang melawan pasukan Romawi. 3.000 pasukan Islam bertemu dengan 100.000 pasukan Romawi bertemu di Mu’tah, pinggiran Syam. Perang dahsyat pun pecah. Zaid terbunuh sehingga komando diberikan kepada Ja’far. 

Ja’far memegang panji Islam memerangi musuh hingga tangan kanannya ditebas. Dia segera memegang panji itu dengan tangan kiri namun tangan kirinya juga ditebas. Musuh kemudian membunuhnya. Setelah itu Abdullah bin Rawahah mengambil alih kepemimpinan. Namun ia juga ikut syahid. Rasulullah sangat bersedih dengan gugurnya tiga sahabatnya. Mengenai Ja’far beliau bersabda, “Aku melihat Ja’far di surga memiliki dua sayap yang berlumuran darah dan kaki yang berwarna-warni.” Semoga Allah meridhainya.

Keutamaan Ja’far

  • Memiliki keutamaan karena dua kali hijrah, ke Habasyah dan Madinah.
  • Di antara sahabat yang mula-mula memeluk Islam.
  • Melalui perantaranya Najasyi masuk Islam.
  • Memiliki wajah yang mirip dengan Rasulullah.
  • Diberi gelar pemilik dua sayap atau burung surga karena syahidnya pada Perang Mu’tah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam yang Asing

Cheng Ho, Laksamana Muslim yang Tangguh

Kisah Khalifah Al-Ma’mun Menaklukan Kaum Khawarij