Banten Abad XV-XXI Pencapaian Gemilang Penorehan Menjelang (Buku Karya Prof. Uka Tjandrasasmita)


Banten merupakan salah satu pusat perkembangan kepudayaan pada masa silam, khususnya pada masa penyebaran agama Islam. pelabuhan Banten merupakan salah satu pelabuhan yang paling penting di antara pelabuhan-pelabuhan lainnya di lingkungan Kerajaan Sunda. Ia telah berhubungan dengan jalur pelayaran dan perdagangan Internasional.

Di antara buku yang membahas tentang sejarah Banten adalah buku “Banten Abad XV-XXI Pencapaian Gemilang Penorehan Menjelang” karya Uka Tjandrasasmita. Buku ini merupakan kumpulan tulisan atau makalah karya Uka Tjandrasasmita mengenai Banten. Uka Tjandrasasmita adalah salah satu pionir arkeologi Indonesia, karena itu banyak di dapat dalam buku ini pembahasan mengenai peninggalan-peninggalan fisik di Banten masa lampau seperti masjid, menara, kraton, makam, dan lain-lain.

1.      Sumber
Dalam buku ini, Penulis membahas tentang sumber sejarah sebagai jejak arkeologis yang dapat berupa artefak terutama benda-benda bergerak dan benda tak bergerak yang disebut feature. Jejak-jejak arkeologis yang diyakini tersebut kemudian diinventarisasi dan didokumentasikan. Jejak arkeologis Banten yang pernah dilacak dan diinventarisir serta didokumentasikan dapat diteliti atau dibaca antara lain dalam:
1.      Inventaris der Hindoe-oudheden ROD, 1914, Bat. Gen. van Kun Wetschpn. Batavia –‘s- Gravenhage, 1915, halaman 1-15, 20. Lalu Residentie Bantam Afdeeling Serang, Pandeglang, Lebak dan Afdeeling Tanggerang Residentie Batavia.

2.      Jejak-jejak arkeologis setelah tahun 1915 dari daerah Propinsi Banten masih banyak terdapat pada catatan-catatan yang terhimpun di lembaga yang mengurusi peninggalan sejarah dan purbakala atau benda cagar budaya baik di pusat maupun di daerah bersangkutan.

3.      Benda-benda yang khusus berasal dari masa prasejarah, seperti alat-alat kapak batu, pahat, beliung, dan lainnya dari periode Neolitikum/ masa bercocok tanam juga pada masa Hindia-Belanda telah banyak ditemukan dari beberapa tempat daerah Provinsi Banten kini, antara lain dari Serpong, Cihuni, Ciledug, Pandeglang dan lain-lain. Alat-alat batu tersebut telah diinventarisasikan dan tersimpan di museum hasil karya A.N.J Th. Van der Hoop, dalam Catalogus der Praehistorische Verzameling Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1941. Selain jejak arkeologis berupa alat-alat dari masa Batu baru termasuk alat-alat dari tanah liat berupa gerabah atau periuk belanga dari daerah Serpong. Demikian juga dengan jejak arkeologis dari zaman Perunggu dan zaman besi.

4.      Untuk mencari jejak arkeologis masa Kesultanan Banten dari awal abad ke-16 sampai akhir abad ke-19 diperoleh dari sumber-sumber seperti naskah-naskah kuno: Sejarah Banten, Hikayat Hasanuddin, Babad Cirebon, Babad Tanah jawi, Carita Purwaka Caruban nagari, dan lain sebagainya.

2.      Fakta sejarah

Uka Tjandrasasmita menuliskan banyak fakta yang tertuang dalam buku “Banten Abad XV-XXI” ini. Di antaranya:

1.      Berdasarkan jejak-jejak arkeologis yang telah ditemukan maupun dari puing-puing yang sebagian telah dipugar menandakan bahwa Banten (Surasowan) merupakan kota bersejarah yang amat penting dan sebagai pusat perdagangan internasional yang mencapai puncaknya pada abad ke-17 M. data historis berupa berita-berita Portugis, Inggris, Belanda, Prancis, Inggris, juga naskah-naskah kuno baik berisi sejarah maupun keagamaan sangat menunjang keberadaan Banten dengan ibukotanya sebagai kesultanan yang mempunyai peranan sejarah nasional maupun internasional.[1]

2.      Surosowan adalah pusat kerajaan Islam Banten ketika itu yang bertempat di Banten Lama dekat pantai. Dan sultan Hasanuddin, putra sunan Gunung Jati menjadi Sultan Banten pertama. Sultan Hasanuddin menikah dengan putrid Sultan Trenggana dan dinobatkan menjadi Raja Banten pada tahun 1522.[2]

3.      Pada abad ke-16 telah terjadi transaksi di pasar Banten dengan menggunakan mata uang sebagai alat pembayaran. Tomes Pires (1513) ketika mengunjungi beberapa pelabuhan di Pulau Jawa, mata uang yang dipakai sebagai alat tukar adalah mata uang Cina yaitu cash. Juga terdapat mata uang lain yang disebut Tumdaya, namun dapat disebutkan bahwa pada abad ke-16 cash merupakan uang yang paling utama sebagai alat tukar yang digunakan dalam perdagangan di Banten.[3]

4.      Dengan adanya bukti di atas, menandakan bahwa pada abad ke-16 kota Surosowan Banten sudah mendapat perhatian pedagang Internasional dan kelompok di sekitar Banten bukan hanya terdiri atas penduduk setempat saja tetapi juga orang-orang asing.

5.      Pada abad ke 16, Banten telah mendapat kemajuan bidang ekonomi dan perdagangan. Serta banyak orang asing terutama orang Asia melakukan hubungan dagang dengan Kerajaan Banten. Dari catatan tahun 1616 didapat keterangan bahwa orang Gujarat merupakan penghubung dengan pedagang asing dan penguasa kerajaan. Di Banten terdapat barang-barang mewah yang diperdagangka, yang menandakan tingkat konsumsi dari masyarakat Banten cukup tinggi. Barang-barang seperti permata dan obat-obatan menjadi komoditas perdagangan orang Persia dan orang-orang Arab.

6.      Tiap tahun banyak perahu Cina yang berlabuh di Banten. Pada umumnya mereka mengadakan hubungan perdagangan barter dengan lada yaebagai bahan utama. Joudain mencatan bahwa tahun 1614 di Banten ada empat perahu Cina yang rata-rata berukuran 300 ton. Selain sebagai pedagang, orang Cinta banyak yang datang sebagai imigran. Mereka kemudian bermukim di sekitar pelabuhan Banten Lama, sekarang masih terdapat kampung yang disebut kampung Pacinan.

3.      Hal yang baru

Semua informasi dalam buku Banten Abad XV-XXI Pencapaian Gemilang Penorehan Menjelang” karya Uka Tjandrasasmita ini, kecuali Sultan Ageng Tirtayasa, adalah baru bagi saya. Baik itu sebelum informasi atau jejak-jeka peninggalan sejarah Banten sebelum abad ke XV, maupun setelahnya. Informasi mengenai Banten sebagai pusat perdagangan internasional dengan ibukotanya adalah Surosowan. Surosowan juga sebagai pusat kesultanan Banten dan Sultan Hasanuddin sebagai sultan Banten Pertama. Pada tahun 1526 ia menikah dengan putrid Sultan Trenggana.

-          Pada abad ke-16 telah digunakan mata uang sebagai alat pembayaran di pasar Banten. Dan yang digunakan adalah mata uang Cina.

-          Terhitung ada 22 raja/sultan yang memerintah di Banten sejak tahun 1525 hingga 1813.[4]Dan kesultanan Banten mencapai masa kejayaannya pada masa Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah pada tahun 1651

-          Keraton Surosowan sebagai pusat kesultanan Banten dihancurleburkan oleh Belanda pada masa pemerintahan Deandels. Ketika itu yang menjadi Sultan adalah sultan Muhammad Rafi’udin yang belum dewasa dan masih diasuh oleh Ratu Aisyah. Penyerbuan Belanda itu berlangsung lama pada tahun 1813 hingga 1832. Gedung-gedung dihancurkan dan ubin-ubinnya dipindahkan ke pemerintahan Belanda di Serang.[5]Setelah kejadian penghangcuran itu, keratin tersebut tidak pernah dibangun kembali yang tersisa adalah tembok benteng yang mengelilingi dengan sisi bangunannya.

-          Banten masuk jaringan “jalan sutra”. Pada masa lampau Banten melimpah dengan beras dan buah-buahannya. Berdasarkan berita dari Tome Pires yang ditulis antara tahun 1512-1515 menandakan bahwa Bandar Banten sangat penting untuk menjadi perhatian bagi pelayaran dan perdagangan internasional.

-          Pada masa sultan Ageng Tirtayasa pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedagang asing dari Persia, India, Arab, Cinta, jepang, Filipina, Melayu, juga dari bangsa-bangsa Eropa seperti Inggris, Prancis, Denmark. Hubungan persahabatan dan perdagangan dengan Inggris pada 10 November 1681 dengan menggunakan kapal Inggris dikirimkan utusan Sultan ke Inggris di bawah pimpinan Jaya Sadana.[6]






[1] Hal.9
[2] Hal. 27.
[3] Hal. 29.
[4] Lihat hal. 39.
[5] Lihat hal. 38.
[6] Hal. 71.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam yang Asing

Cheng Ho, Laksamana Muslim yang Tangguh

Kisah Khalifah Al-Ma’mun Menaklukan Kaum Khawarij