Al-Qur'an dan Kisah



Adem rasanya setelah shalat maghrib berjamaah di masjid. Apalagi shalatnya diiringi lantunan syahdu ayat-ayat al-Qur’an dari sang Imam. Beda tipis dengan suara merdu Syaikh Sa’ad al-Ghomidy.

Pada rakaat pertama, beliau membaca penggalan surah al-Hijr yang mengisahkan tentang penciptaan manusia dan jin. Lalu dialog antara Allah dan malaikat serta konflik antara Iblis dengan Rabbnya ketika Dia memerintahkan Iblis agar sujud kepada Adam. Iblis menolak perintah Rabbnya. Alasannya hanya satu, sebagaimana yang disebutkan dalam surah yang dibaca oleh imam tadi, “Lam akun li-asjuda libasyarin khalaqtahu min shalshalin min hama’in masnun” (Aku tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah liat kering  dari lumpur hitam). Simpel. Padahal jika dia mau menuruti  tentu dia akan tetap tinggal dalam kenikmatan abadi di surga.

Sejenak saya membuka mushaf yang biasa kubawa dalam tasku. Saya membuka batas bacaan, baru sampai juz 19. Bacaanku telah masuk pada surah an-Naml (semut). Sejenak saya berhenti di beberapa ayat. Kemudian memikirkan makhluk kecil itu. Hebat, namanya diabadikan menjadi salah satu surah dalam al-Qur’an. Dan yang menarik, di awal-awal surah, diceritakan kisah seorang raja yang juga nabi Allah: Nabi Sulaiman. Ketika dia berjalan dengan prajurit-prajuritnya di sebuah lembah, seekor semut melihat kedatangan mereka kemudian menyeru kepada teman-temannya, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari“ . Ketika mendengar perkataan semut tersebut, Raja Sulaiman –alaihissalam- tertawa dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan padanya. Tentu saja ini adalah mukjizat Nabi Sulaiman.

Mengingatkanku pada satu waktu, dalam sebuah dialog di dunia maya, seorang Kristen pernah mengatakan bahwa al-Qur’an itu bukanlah kitab suci, penuh kebohongan serta tidak ilmiah. Masa’ Sulaiman bisa mengerti pembicaraan semut dan berdialog dengan burung (hudhud). Tidak masuk akal. Saya tersenyum membaca kata-katanya. Yang namanya mukjizat ya pasti sesuatu yang diluar kebiasaan (kharijun min al-‘Aadah). Di luar logika. Padahal kalau mau menilai, mukjizat Jesus (Nabi Isa) lebih tidak masuk akal lagi: menghidupkan orang mati. Mestinya kitabnya sendiri dulu yang dia kritik. Dia tidak mengerti apa itu mukjizat.

Itulah al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi kita, Muhammad –shallallahu alaihi wa sallam-. Banyak berisi kisah-kisah orang-orang masa lampau yang memiliki nilai-nilai hikmah dan pembelajaran bagi yang membacanya. Karena itu, banyak orang-orang masuk Islam setelah membacanya. Al-Qur’an bukanlah buku sejarah atau karya historiografi, akan tetapi sangat erat kaitannya dengan sejarah. Ia adalah petunjuk berisi ajaran atau nilai luhur dan mulia. Meskipun begitu, sebagian besar isi al-Qur’an bercerita tentang masa lalu. Banyak ayat-ayat bermuatan sejarah di dalamnya. Kisah para Nabi, orang-orang shalih, hingga orang-orang zhalim dikisahkan di dalamnya. Dan beberapa sejarawan menjadikannya rujukan dalam menulis sejarah beberapa umat terdahulu, misalnya saja al-Mas’udy dalam karya monumentalnya “Muruj al-Dzahab” menulis sejarah kaum Tsamud berdasarkan berita dalam al-Qur’an. Demikian pula sejarawan muslim abad pertengahan; Ibnu Khaldun dalam Tarikh-nya ‘al-Ibar.

Kisah-kisah itu bisa menenangkan hati. Apalagi bagi mereka yang galau. Bacalah al-Qur’an. Jika satu halaman belum berkurang galaunya, tambah lagi dua halaman, tiga halaman dan seterusnya.

“Allahu Akbar Allahu Akbar” oh, suara si Bilal menggema. Waktu Isya telah masuk. Ke masjid dulu.

Pernah ada yang tanya, “kenapa sich shalat ke masjid trus?”

“Lha, kalau bukan di masjid, apa di gereja?”

Anak gagah musti ke masjidlah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam yang Asing

Cheng Ho, Laksamana Muslim yang Tangguh

Kisah Khalifah Al-Ma’mun Menaklukan Kaum Khawarij