Masyarakat Arab Pra Islam
Asal-usul Bangsa Arab
Para sejarawan membagi bangsa Arab berdasarkan garis keturunan asal mereka menjadi tiga bagian[1], yaitu:
1.Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah punah. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat dalam catatan kitab-kitab suci. Di antara kabilah mereka yang dimaksud adalah Aad, Tsamud, Thasm, Judais, dan Imlaq.
2.Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qathan, atau disebut pula Arab Arab Qahthaniyah. Arab Aribah adalah cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada sekarang ini. Suku bangsa Arab yang terkenal adalah Kahlan dan Himyar. Kerajaan yang terkenal adalah kerajaan Saba’ yang berdiri abad ke-8 SM dan kerajaan Himyar berdiri abad ke-2 SM.
3.Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari garis keturunan Ismail, yang disebut pula Arab Adnaniyah.
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Kaukasoid, meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah, dan Irania. Bangsa Arab hidup berpindah-pindah karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa yang tumbuh subur di tanah Arab sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan.
Sistem Politik dan Pemerintahan Bangsa Arab sebelum Islam
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, Kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan. Setidaknya ada duah hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adikuasa saat itu, kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara Yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.
Pada masa sebelum Islam yang diajarkan dan disebarluaskan ke bangsa Arab oleh Nabi Muhammad saw. sering terjadi peperangan antar suku Arab. Di antaranya dikenal dengan Perang Fijjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama antara suku Kinanah dan Hawazan, lalu Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[2]
Kekaisaran Byzantium dan kekaisaran Romawi Timur dengan ibukota Konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi dari masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah Imperium ini telah meliputi Asia Kecil, Syria, Mesir dan sebagian daerah Italia serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada di bawah kekuasaannya. Saingan berat Byzantium dalam perebutan kekuasaan di Timur Tengah adalah Persia. Ketika itu, imperium ini berada di bawah kekuasaan Dinasti Sasanid. Ibu kota Persia adalah al-Madana’in, terletak sekitar duapuluh mil di sebelah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran dewasa ini serta Afganistan.
Menjelang lahirnya Nabi Muhammad saw. penguasaan Abisinia (habasyah) di Yaman, Abrahah melakukan invasi ke Mekah, tetapi gagal menaklukkan kota tersebut karena hujan kerikil yang menimpa bala tentaranya. Ekspedisi ini pada prinsipnya memiliki tujuan yang secara sepenuhnya berada di dalam kerangka politik internasional ketika itu, yaitu upaya Bizantium untuk menyatukan suku-suku Arab di bawah pengaruhnya untuk menantang Persia. Sementara para sejarawan Muslim menambahkan tujuan lain, menurut mereka ekspedisi tersebut untuk menghancurkan Ka’bah dalam rangka menjadikan gereja megah di San’a sebagai pusat ziarah keagamaan di Arabia.[3]
Pemerintah di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab Ba’idah. Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al-Romel yang terletak antara Oman dan Yaman. Kaum Ad juga pernah mendirikan kerajaan antara Mekah dan Yasrib. Kemudian juga dikenal kerajaan Tsamud yang mendiami daerah Hijir dan Wadi al-Kurro antara Hijaz dan Syria. Juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur. Pada periode kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qahthan yang terkenal adalah kerajaan Madiniyah, kerajaan Saba’iyah dan kerajaan Himyariah.
Bagian dari daerah Arab yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting daerah ini adalah Mekah, kota suci tempat Ka’bah. Ka’bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Mekah, tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Untuk mengamankan para peziarah yang datang ke Mekah, diadakan pemerintahan yang pada mulanya berada di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang kekuasaan Ka’bah. Kekuasaan politik lalu berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy ini yang nantinya memegang dan mengatur politik dan juga urusan yang berkenaan dengan Ka’bah.
Kehidupan Keagamaan Masyarakat Arab Sebelum Islam
Sebelum Islam penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideologi keyakinan keagamaan. Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an menyebut agama itu dengan Hanif, yakni kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang member rezeki dan sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang hanif disebut Watsaniyah, yaitu agama yang menyekutukan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada Ansab, batu yang memiliki bentuk, Autsan, patung yang terbuat dari batu, Asnam, patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, dan selainnya.[4]
Agama-agama yang ada pada saat itu antara lain:
1.Yahudi, agama ini diantu orang-orang Yahudi yang bermigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi al-Qura, dan Taima menjadi pusat penyebarannya. Yaman juga dimasuki ajaran ini. Bahkan, Raja Dzu Nuwas al-Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani al-Haris bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
2.Nasrani, agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan al-Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal, misalnya Gereja Hindun al-Aqdam, al-Laj dan Haarah Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab, berdiri Gereja di Dzufaar. Lainnya ada yang di Adn dan Najrah. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nasrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzza, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taglib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
3.Majusi, sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zararah dan Haajib bin Zararah. Demikian juga al-Aqra bin Habis dan Abu Sud termasuk yang menganut ajaran ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
4.Paganisme, kepercayaan dengan menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab khususnya di Haran, Bahrain, dan Mekah. Mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yaman.
5.Al-Hunafa’, meskipun pada waktu hegemoni paganism di masyarakat Arab begitu kuat, masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai hanafiyun atau al-hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya seorang nabi.
Di antara beberapa kepercayaan tersebut yang paling terkenal adalah penyembahan terhadap berhala yang jumalahnya mencapai 360 buah sehingga menyesaki lingkungan Ka’bah.[5]Dan setiap kabilah di Arab memiliki berhala sebagai sesembahan mereka sendiri-sendiri. Di antara berhala yang paling popular di kalangan mereka adalah:
1.Wadd, yaitu nama patung milik kaum Nabi Nuh yang berasal dari nama seorang shaleh dari mereka. Ditemukan kembali oleh Amr bin Luhay di Jeddah dan diberikan kepada Auf bin Azrah dan ditempatkan di Wadi al-Qura dan disembah oleh Bani Kalb bin Murrah. Patung ini ada sampai datangnya Islam lalu dihancurkan Khalid bin Walid dengan perintah Nabi Muhammad.
2.Suwa’, ialah satu patung kaum Nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada Mudhar bin Nizar diserahkan kepada Bani Hudzail serta ditempatkan di Rahaath 3 mil dari Mekah.
3.Yaguts, adalah satu patung kaum Nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada Na’im bin Umar al-Muradi dari Majhaj dan ditempatkan di Akmah atau Jarsy di Yaman. Disembah oleh Bani Majhaj dan Bani An’am dari Kabilah Thaiy’
4.Ya’uq, adalah salah satu patung kaum Nabi Nuh yang ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Hamadan dan ditempatkan di Khaiwaan. Disembah oleh orang-orang Hamadan.
5.Nasr, adalah patung yang ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Himyar dan ditempatkan di Saba’. Disembah oleh Bani Dzu al-Kilaa dari kabilah Himyar dan sekitarnya.
6.Manaah, adalah salah satu berhala yang ditempatkan di pantai laut dari arah al-Musyallal di Qadid antara Mekah dan Madinah. Patung ini sangat diagungkan suku Aus dan Khazraj. Nabi saw.mengutus Ali bin Abi Thalib uuntuk menghancurkannya pada fathu Mekah.
7.Laata, adalah kuburan orang shalih yang ada di Thaif yang dibangun dengan batu persegi empat. Bangsa Arab sangat mengagungkannya. Ada yang mengatakan bahwa Laata adalah nama seorang yang membuat masakan Sawiiq untuk jamaah haji, lalu ia meninggal dan kuburannya disembah. Ketika Bani Tsaqif masuk Islam, Rasulullah mengutus al-Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkannya dan dibakar habis.
8.Al-Uzza, adalah satu pohon yang disembah ditempatkan di Wadi Nakhlah di atas Dzatu Irqin. Berhala ini sangat diagungkan Quraisy dan Kinanah. Ketika Nabi menaklukkan Mekah, ia mengutus Khalid bin Walid untuk menghancurkannya.
9.Hubal, merupakan patung yang paling besar di Ka’bah. Diletakkan di tengah Ka’bah. Patung ini terbuat dari batu ‘aqia merah dalam rupa manusia dibawa Amru bin Luhay dari Syam.
10.Dzu al-Khalasah, adalah berhala milik kabilah Khats’am.
Bangsa Arab dari Aspek Ekonomi
Salah satu aspek penting perekonomian Arab pra Islam adalah perdagangan dan pertanian.
Perdagangan
Bangsa Arab dikenal sebagai pedagang yang giat bekerja. Mereka berdagang hingga ke negeri-negeri di luar Jazirah Arab seperti Syam, Yaman, Habasyah, Mesir, dan Sudan.
Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam adalah karena pertanian mereka yang telah maju. Kemajuan tersebut ditandai dengan kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Mereka mengekspor dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, kismis, anggur, dan barang dagangan lainnya.[6]
Dalam menjalankan usaha dagangnya, bangsa Arab menggunakan cara beberapa cara berikut:
Kerjasama dengan cara bagi hasil. Kerjasama ini dilakukan oleh dua pihak. Satu pihak adalah pemilik dagangan sedangkan yang lain adalah yang menjalankan dagangannya. Keuntungan dibagi dua.
Berdangang dengan rombongan (kafilah), beberapa pedagang berkumpul membentuk kafilah, mereka dikawal oleh beberapa tentara untuk menjaga keselamatan dalam perjalanan ke daerah tujuan untuk berdagang.
Mengatur waktu perjalanan agar mendapat keuntungan yang besar. Biasanya bangsa Arab menentukan hari yang tepat untuk berdangang. Misalnya mereka berdagang pada muslim panas dan musim dingin. Pada musim panas mereka berdangan ke Syam. Pada musim dingin mereka berdagang ke Yaman. Mekah bukan saja merupakan pusat perdagangan lokal, melainkan sudah menjadi jalur perdagangan dunia yang penting saat itu yang menghubungkan antara Utara (Syam), Timur (Persia), dan Barat (Mesir dan Abisinia).[7]
Dagang yang paling ramai di Mekah yaitu selama musim ‘Pasar Ukaz’ dalam bulan Zulqa’dah, Zulhijjah dan Muharram. Alat pembayaran mereka berupa koin perak, emas, atau logam mulia lain yang ditiru dari mata uang Persia dan Romawi. Beberapa koin tersebut masih disimpan di Timur Tengah.[8]
Pertanian
Pertanian juga merupakan aspek perekonomian penting bagi Bangsa Arab. Penghasilan mereka masing-masing berbeda-beda. Misalnya daerah tepian atau desa-desa menghasilkan kurma, anggur, kapas, sayur mayur dan sebagainya.[9]
Peralatan pertanian yang digunakan adalah semi modern misalnya cangkul, bajak garu, dan tongkat kayu untuk menanam. Penggunaan hewan ternak seperti unta, keledai, dan sapi jantan sebagai penari bajak dan garu serta pembawa tempat air juga sudah dikenal. Demikian pula sistem irigasi telah mereka praktekkan. Mereka juga menggunakan pupuk alami untuk menyuburkan tanah seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan binatang tanah seperti rayap dan cacing.
Ada tiga sistem pertanian yang digunakan oleh para pemilik lading atau sawah dalam mengelola pertanian pada saat itu, yaitu:
a.Sistem sewa menyewa dengan emas atau logam mulia lain, gandum, atau produk pertanian sebagai alat pembayarannya.
b.Sistem bagi hasil produk, misalnya separuh untuk pemilik dan separuh untuk penggarap, dengan bibit dan ongkos penggarapan dari pemilik.
c.Sistem pandego, yakni seluruh modal datang dari pemilik, sementara pengairan, pemupukan, dan perawatan dikerjakan penggarap.
Oase juga berperan penting dalam pertanian Arab pra Islam. Di daerah sekitar oase tinggal beberapa suku bangsa Arab yang telah maju seperti Bani Nadhir, Khazraj, Aus, Hawazin, Juwainah dan Quraisy. Perdagangan dan pertanian yang maju berdampak pada kemajuan profesi lain dalam perekonomian Arab pra Islam.
Bangsa Arab dari Aspek Kesusastraan
Dalam aspek ini, masyarakat Arab pra Islam sangat maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Genre sastra Arab Jahiliyah yang paling popular ialah jenis puisi atau syair dan sedikit amsal (semacam pepatah atau kata mutiara), dan pidato yang pendek disampaikan oleh para pujangga yang disebut prosa liris. Syair-syair mereka sangat banyak. Dalam lingkungan mereka seorang penyair sangat dihormati. Tiap Tahun di Pasar Ukaz diadakan deklamasi sajak yang luas.[10]
Sastra mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Arab. Mereka mengabadikan peristiwa-peristiwa dalam syair yang diperlombakan setiap tahun di Pasar Seni Ukaz, Majinnah, dan Dzu Majas. Sastra Arab pra Islam adalah cerminan langsung bagi kehidupan bangsa Arab tersebut. Ada dua sistem kesusastraan yang diterapkan masyarakat Arab pra Islam.
a.Khitabah (pidato), ia sangat maju, dan inilah satu-satunya publisistik yang amat luas lapangannya. Sebagai penyair, orang-orang Arab sangat fasih berpidato dengan bahasa yang indah dan bersemangat. Ahli pidato mendapat derajat yang tinggi dalam masyarakat sama halnya dengan penyair.
b.Majelis al-Adab dan Suqu Ukaz. Telah menjadi kebiasaan masyarakat Arab pra Islam yaitu mengadakan majelis ini atau Nadwa (klub) di tempat mereka mendeklarasikan sajak, bertanding pidato, tukar-menukar berita dan sebagainya. Terkenallah dalam kalangan mereka “Nadi Quraisy’ atau ‘Dar al-Nadwah’ yang berdiri di samping Ka’bah. Mereka juga mengadakan pekan dalam waktu tertentu. Tiap-tiap ada pekanan berkumpul ke sana para saudagar dengan barang dagangannya, penyair dengan sajak-sajaknya, dan ahli pidato dengan khutbah-khutbahnya. Aswaq yang sangat terkenal adalah Sauqu Ukaz atau Pekan Ukaz yang diadakan pada suatu tempat tidak jauh dari Mekah menuju Thaif.[11]
[1] Shafiyyu al-Rahman al-Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum, diterjemahkan oleh Hanif Yahya dengan judul “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (cet.I, Jakarta: Kantor Agama KSA, 2001), h. 2-3. Lihat juga: Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet.I, Jakarta: Logos, 1997), h. 5-8.
[2] Muhammad Ridha, Tarikh al-Insaniyah wa Abtaluha (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1987), h.300.
[3] Ali Mufrodi, op.cit., h. 12.
[4] Fadhil sj, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Cet.I, Malang: Sukses Offset, 2008), h. 62.
[5] Ali Mufrodi, op.cit., h. 8.
[6] Sugiharto Sugeng, Sejarah Kebudayaan Islam (Cet.I, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), h.20.
[7] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Cet.I, Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h.20.
[8][8] Ibid., h. 21.
[9] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Cet.I, Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.15.
[10] A.Hasjmy, op.cit., h.22.
[11] Samsul Munir Amin, op.cit., h.61.
Komentar
Posting Komentar