Kemajuan Peradaban di Baghdad
Baghdad mencapai puncak kejayaan di masa Khalifah Harun ar-Rasyid, khalifah Abbasiyah ke-5 kemudian dilanjutkan anaknya Al-Makmun. Dr.Yusuf al-Isy menyebutkan bahwa masa Al-Rasyid adalah masa paling gemilang dan merupakan zaman paling sempurna dalam sejarah Arab-Islam dan sejarah dunia.[1]Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin -walaupun ada juga pemberontakan-, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga India.
Dalam waktu singkat, sejak pembangunannya pertama kali oleh Khalifah al-Manshur, Baghdad terus mengalami peningkatan. Baghdad berubah menjadi kota megah dan berperadaban tinggi yang membuat orang-orang datang dari berbagai penjuru untuk menyaksikan kemegahannya.
Khalifah Al-Makmun dan Periode Penerjemahan karya-karya Klasik Yunani
Perkembangan intelektual di Baghdad semakin maju di Baghdad dan mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Makmun. Khalifah al-Makmun sangat antusias dan memfokuskan pada penerjemahan kitab-kitab klasik. Di masanya mulai ditrjmahkan karya-karya Yunani klasik. Ia membentuk badan penerjemah, pengkaji, dan penganggung jawab terhadap kitab-kitab kuno tersebut. Untuk mengapresiasi kegiatan tersebut khalifah tidak segan mengeluarkan dana besar untuk menggaji mereka. Setiap bulan mereka digaji 500 dinar atau setara dengan dua kilogram emas.
Al-Makmun menulis surat kepada raja Romawi untuk meminta izin mengembangkan ilmu-ilmu kuno yang tersimpan dan menjadi warisan bangsa Romawi. Raja Romawi mengizinkannya dan menyambut baik hal tersebut.
Al-Makmun kemudian mengutus duta keilmuan dan rombongan penerjemah menuju negeri Romawi. Para utusan mengadakan perjalanan ke berbagai daerah untuk mencari dan mendapatkan kitab-kitab perbendaharaan Yunani kuno. Satu kisah disebutkan bahwa salah seorang utusan khalifah mendapati buku-buku kuno di bawah benteng kuno kota Paris. Kondisi buku-buku tersebut sudah lapuk dan berbau busuk lalu diambil oleh salah seorang utusan tersebut kemudian dibawa ke Baghdad dalam keadaan busuk seperti itu. Ketika kering dan baunya berubah, barulah buku-buku tersebut dikaji.
Hebatnya, buku-buku tersebut tidak hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tetapi juga dalam berbagai bahasa negara yang tersebar dalam kumpulan masyarakat Islam. Jadi, di Baitul Hikmah terdapat banyak buku selain bahasa Arab antara lain salinan naskah bahasa India, Yunani, Persia, Suryaniyah, dan Nibthiniyah.
Para ilmuwan Islam telah memberikan peran yang besar bagi umat manusia dengan memindahkan dan menerjemahkan buku-buku kuno yang hampir hancur dan musnah. Tanpa mereka, mungkin orang-orang di masa sekarang tidak akan mengetahui sedikitpun karangan Yunani dan India klasik. Di negeri mereka, sebagian karya-karya tersebut dibakar karena khawatir pengaruh dari pemikirnya sebagaimana terjadi terhadap buku karangan Archimedes, seorang ilmuwan terkenal. Kerajaan Romawi membakar banyak buku hasil karyanya.
Baghdad Kota Metropolitan
Baghdad mampu melebihi Konstantinopel dalam kemakmuran dan ukurannya pada masa khalifah Harun al-Rasyid. Pemerintahannya berhasil memanfaatkan sungai Tigris dan Eufrat untuk pertanian gandum, dan sistem kanal, tanggul, serta cadangan air yang brilian berhasil mengeringkan rawa-rawa di sekitarnya. Aneka macam imigran Kristen, Hindu, Persia, Zoroaster dan lain-lain datang dari seluruh penjuru dunia. Saat itu Baghdad menjadi kota yang tiada bandingnya di seluruh dunia.
Ada banyak pasar yang kaya dan kios-kios beratap sepanjang tanggul, dimana segala jenis seniman dan pengrajin pekerja pualam dari Antiokia, pembuat papyrus dari Kairo, pembuat tembikar dari Basrah dan ahli kaligrafi dari Peking menjalankan usahanya. Kios-kios makanan menjual ayam limau, domba dimasak di atas panggangan dengan kapulaga, gulungan-gulungan dadar kecil dicelupkan dalam madu, atau irisan-irisan roti pita yang diolesi lemak.
Ada sebuah bagian sanitasi yang luas, banyak pancuran air dan pemandian umum, jalan-jalan secara teratur dicuci bersih dari sampah makanan dan disapu. Kebanyakan rumah tangga mendapat pasokan air dari waduk dan memiliki ruangan bawah tanah yang didinginkan dengan tirai dari ilalang basah. Gorden basah juga digantung di jendela untuk membantu mendinginkan rumah dengan hembusan angin. Dan di sebagian rumah, cerobong untuk menyalurkan udara panas memanjang dari bangunan dalam hingga ke ventilator di atap. Jalan setapak mengapit sungai Tinggris dan tangga pualam menurun hingga ke pinggiran air. Tempat aneka macam perahu sungai ditambatkan di sepanjang dermaga yang lebar mulai perahu jung China sampai rakit Asyiria yang ditambatkan di atas kulit binatang yang diisi udara.[2]
Di pinggiran kota terdapat banyak wilayah sub urban dengan taman, kebun dan vila. Beberapa dihiasi dengan lukisan dinding yang dipernis berwarna biru cerah dan merah terang atau panel tembikar berlapis kaca dan lukisan ubin keramik. Sebuah lapangan yang sangat luas di depan istana utama digunakan untuk turnamen dan balapan, pemeriksaan dan apel militer. Sebuah hutan menara mendominasi cakrawala dan seratus lima puluh jembatan menyeberangi kanal-kanal.
Pusat pemerintahan yang dulu terbatas, sekarang melebar hingga ke sebidang tanah yang luas di kedua tepi Tigris dan mencakup sejumlah kediaman pejabat, barak militer, dan kawasan sub urban utara, dan sebuah kompleks istana yang sepenuhnya baru di tepi timur sungai.
Kebanyakan rumah dibangun dari batu bata yang dijemur atau batu bata yang dibakar dalam tungku. Rumah yang lebih miskin dibuat dari gundukan tanah yang disemen dengan mortar atau tanah liat.
Rumah-rumah pribadi yang besar memiliki ruangan untuk mandi dan wudhu. Di masa Harun al-Rasyid Baghdad memiliki ribuan pemandian umum. Pemandian umum biasanya terdiri atas beberapa kamar berubin yang berkelompok di seputar sebuah ruangan pusat berukuran besar. Ruangan itu beratapkan sebuah kubah yang dipenuhi lubang-lubang kecil berbentuk bulat yang dipasangi kaca untuk masukkan cahaya, dan dipanasi dengan uap dari sebuah pancaran air pusat, yang tertangkap dalam sebuah kolam besar, yang muncul dari bawah lantai. Setelah membersihkan diri, orang-orang yang mandi biasanya beristrahat di ruangan di luar yang disiapkan untuk bermalas-malasan, di mana mereka menikmati makanan ringan dan minuman. Biasanya ada tukang cukur atau tukang pijat yang bertugas untuk memijat mereka. Dan di pengujung setiap hari, pemandian itu dibersihkan dengan dupa dan digosok secara seksama.
Baghdad tidak hanya sibuk di siang hari, melainkan juga di malam hari. Baghdad memiliki daya tarik pada malamnya yang diterangi cahaya lampu. Ada kabaret dan kedai minuman, pertunjukkan teater, konser dalam sebuah ruangan yang didinginkan dengan kipas angin dan akrobat untuk menghibur mereka yang berjalan-jalan di dermaga. Di pojok-pojok jalan para pendongeng menghibur kerumunan yang sesekali berkumpul dengan berbagai kisah seperti yang kelak mengilhami Kisah Seribu Satu Malam.[3]
Di masa kejayaan Baghdad dan kemegahannya yang tertata, London dan Paris masih merupakan kota kecil yang sangat kotor dan kacau, yang terdiri atas labirin jalan dan gang yang berkelok-kelok tidak teratur dan dipenuhi rumah-rumah dari kayu atau anyaman ranting berlapis tanah liat yang diputihkan dengan kapur. Kebanyakan rumah sudah reyot, dan seperlima dari populasi hidup dan meninggal di jalanan. Sama sekali tak ada pengerasan jalan dalam bentuk apapun, dan untuk drainase hanya ada sebuah parit di tengah jalan. Selokan itu biasanya tersumbat oleh sisa-sisa makanan termasuk sampah dari rumah dan kotoran manusia dan dalam cuaca hujan jalan-jalan menjadi seperti rawa, terendam lumpur yang dalam. Jalan setapak di sepanjang jalan utama ditandai dengan tiang dan rantai.[4]
Untuk mengelola berbagai pelayanan dasarnya, Baghdad memiliki jumlah personel pegawai negeri yang besar. Ini meliputi para penjaga malam, penyulut lampu, juru siar kota, pengawas makanan, pengawas pasar yang mengawasi timbangan dan ukuran serta kualitas barang-barang, penagih hutang, dan semacamnya. Ia juga memiliki pasukan polisi dengan seorang kepala polisi yang bermarkas di dalam kompleks kediaman khalifah sendiri.
Di taman-taman umum bisa ditemukan segala jenis penghibur seperti penjinak ular, manusia karet, pemain sulap, orang dengan monyet dan beruang yang bisa menari, pelawak, orang yang menelan pedang, pemain akrobat, ahli bela diri, pegulat profesional, orang yang bisa berjalan di atas api, dan ahli yoga yang berjalan di atas tali di udara.[5]
Di lingkungan yang lebih terhormat, warga Baghdad memusatkan perhatian mereka pada olah raga dan permainan. Balapan dan polo kuda yang diperkenalkan oleh Harun ar-Rasyid pada bangsa Arab dari Persia, termasuk di antara perlombaan berkuda yang populer di kalangan elit. Anggar adalah olahraga yang lazim, bersama lomba renang dan balapan perahu di Tigris. Balapan anjing, unta, dan merpati juga lazim dijumpai pada semua kelas.[6]
Jumlah masjid sama banyaknya dengan jumlah pemandian. Di masa kekuasaan Abbasiyah, khususnya di masa Harun, ciri paling khas pada masjid adalah menara menjulang yang dihubungkan dengan masjid dan sebuah jembatan. Sebuah tangga spiral mengitarinya dari dasar sampai puncak dengan diselingi balkon atau galeri dan sebuah kerucut atau pavilion terbuka di puncaknya. Menara-menara ini, yang bertingkat-tingkat menuju langit, seperti zigurat bertingkat buatan bangsa Kada di masa lalu, menambah ketinggian masjid dan merupakan bangunan kerajaan yang dihubungkan dengan tingginya kedudukan keagamaan sang khalifah yang ditetapkannya sendiri.
Taman-taman di Baghdad
Di Baghdad, taman-taman indah dibangun. Istana-istana memiliki taman-taman yang menakjubkan. Istana khalifah al-Muqtadir memiliki taman yang pohonnya terbuat dari emas dan perak yang berada di tengah-tengah kolam. Pohon tersebut memiliki delapan belas dahan yang terbuat dari emas dan perak. Setiap dahan memiliki ranting-ranting yang dilengkapi dengan berbagai macam mutiara dalam bentuk buah-buahan. Di dahan-dahannya terdapat burung-burung yang juga terbuat dari emas dan perak. Ketika angin bertiup burung-burung tersebut terdengar bersiul-siul. Di sisi istana di sebelah kanan dan kiri kolam terdapat lima belas patung prajurit penunggang kuda. Patung-patung tersebut dihiasi dengan pakaian-pakaian sutera dan pedang-pedang. Sementara tangan-tangan mereka memegang tombak yang mereka gerakkan secara seragam sehingga dikira masing-masing dari mereka ingin menyerang temannya.
Sekolah di Baghdad
Negeri dengan peradaban yang maju sudah tentu memiliki sekolah-sekolah yang unggul dan maju pula. Baghdad pun dmikian, banyak terdapat sekolah-sekolah modern dan berkualitas. Nizham Mulk at-Thusi (408-485/1018-1092), seorang mentri Bani Abbasiyah memulai membangun sekolah-sekolah negeri, memberikan infak untuk mendirikan akademi-akademi dasar di sekolah dan memberikan pakaian khusus kepada para pengajar sekolah.
Sekolah-sekolah di Baghdad dinisbatkan kepadanya: Pendidikan Nizhamiyah. Sekolah Nizhamiyah mengkhususkan untuk mempelajari fikih dan hadits. Di setiap wilayah kekuasaan Abbasiyah seperti Khurasan pasti terdapat sekolah. Sekolah tersebut bahkan terdapat sampai di tempat terpencil sekalipun. Ketika di satu negeri terdapat seorang alim (memiliki banyak ilmu) maka didirikan sekolah di tempat tersebut. Sekolah tersebut diberikan kepadanya sebagai wakaf kemudian dibangun perpustakaan dan para murid belajar secara gratis.
Di antara sekolah yang terkenal di Baghdad adalah sekolah Nizhamiyah yang dibangun pada 457 H. Khalifah Abbasiyah sendiri yang menentukan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Di antara ilmuwan yang pernah mengajar di Nizhamiyah adalah Imam al-Ghazali penulis kitab Ihya Ulumuddin dan Imam Haramain, Abu al-Ma’ali al-Juwaini.[7]
Nizham al-Mulk memberikan setiap tahun kepada para pengajar dan para ulama sebesar 300.000 dinar. Ibn Jubair dalam Rihlah-nya mengatakan:
“Sekolah-sekolah di sana (Baghdad) sekitar 30 sekolah, semuanya berada di daerah Timur. Semua sekolah dibangun seperti istana megah. Yang paling besar dan terkenal adalah sekolah Nizhamiyah yang dibangun oleh Nizham al-Mulk kemudian diperbaharui pada tahun 504 H. skolah ini merupakan wakaf yang sangat besar….”
Selain Nizhamiyah, terdapat pula sekolah tinggi terkenal yaitu al-Muntashiriyah yang didirikan oleh Khalifah al-Muntashir Billah. Sekolah al-Muntashiriyah terdapat peneliti, guru kedokteran, dan perpustakaan bagi anak-anak yatim. Sekolah juga memberi makan bagi siswanya.
Pada hari kamis, bulan rajab, seluruh pelajar hadir. Khalifah al-Muntashir Billah dengan jiwa yang mulia datang sendiri para pejabat ngaranya dari kalangan pemerintah, mentri, hakim, ahli fikih, kelompok sufi dan penyair. Tidak ada yang tidak ikut serta dalam acara tersebut. Dibuat meja hidangan yang sangat besar. Para hadirin diperkenankan makan, dibawa darinya ke segala penjuru Baghdad dari rumah-rumah orang berilmu dan kalangan awam. Diberikan kepada seluruh pengajar dan hadirin ke segala penjuru negeri. Pada hari itu merupakan hari yang disaksikan oleh seluruh rakyat. Para penyair mengumandangkan syair-syair bagi khalifah dan sanjungan yang tinggi dan kasidah pilihan.
[1]Dr.Yusuf al-Isy, Dinasti Abbasiyah (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2014), h. 51
[2]Benson bobrick, The Caliph’s Splendor Islam and The West in The Golden Age of Bagdad (Jakarta: Alvabet, 2013), h. 100.
[3]Benson Bobrick, Ibid., h. 103.
[4]Benson Bobrick, Ibid., h. 103.
[5]Benson Bobrick, ibid., h. 106.
[6]Benson Bobrick, h. 107.
[7]Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka al-Kautsar), h. 225.
Komentar
Posting Komentar