Yahudi dan Islam dalam Lintasan Sejarah
Sejarah Yahudi
Yahudi adalah salah satu agama samawi selain Islam dan Kristen. Agama yang memiliki Nabi dan kitab suci yang diturunkan oleh Allah. Penamaan “Yahudi” mulai ketika mereka bertobat dari menyembah anak sapi. Mereka berkata, “Sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau.” (QS. Al-A’raf: 156). Artinya, kami bertobat dan kami kembali kepada-Mu.[1]
Menurut sebuah riwayat, mereka dinamakan Yahudi karena mereka bergerak-gerak (yatawahhad) ketika membaca Taurat. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka dinamakan Yahudi karena dinisbatkan kepada Yehuda, anak keempat Nabi Ya’qub alaihi al-salam yang nama aslinya adalah Yehuza, pemimpin bagi sebelas anak Ya’qub lainnya.[2]
Bani Israil menyembah patung sapi |
Yahudi dan Islam memiliki keterkaitan dari sisi nasab. Berasal dari satu bapak yakni Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim memiliki istri bernama Sarah, dari Sarah lahir Ishaq yang kelak memiliki anak bernama Ya’qub. Nabi Ya’qub inilah yang menjadi cikal bakal orang-orang Yahudi sehingga dia disebut Bani Israil. Di sisi lain, Nabi Ibrahim juga memiliki anak bernama Ismail dari istrinya yang lain bernama Hajar. Dari keturunan Ismail inilah lahir Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Islam dan Yahudi di Madinah
Nabi Muhammad bersentuhan dengan kaum Yahudi ketika Islam pertama kali datang ke Madinah. Nabi selalu memperlakukan mereka dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar hati dan akal pikiran mereka terbuka menerima agama ini. Nabi saw. membiarkan mereka, membuat kesepakatan dengan mereka dan menjamin keselematan nyawa dan harta mereka. Dia juga mengajak mereka masuk Islam agar mereka selamat dari sesatnya kemusyrikan dan kezaliman. Kemudian Nabi membuat perjanjian untuk melindungi dan menghormati akidah mereka, tidak mengganggu dan menghalangi jalan masing-masing. Namun, mereka mengingkari perjanjian tersebut.
Yahudi Bani Qainuqa adalah Yahudi pertama yang mengingkari janji dengan Rasulullah. Pemicunya adalah seorang Muslimah datang ke pasar mereka. Ia duduk di depan salah seorang pengrajin perhiasan. Orang-orang Yahudi merayunya agar membuka cadar yang dipakainya, tapi Muslimah itu menolak. Lalu pengrajin itu mengambil ujung baju Muslimah dan mengikatkannya ke punggung Muslimah itu. Ketika Muslimah itu berdiri, terbukalah auratnya dan mereka menertawakannya. Sang Muslimah pun berteriak minta tolong. Mendengar teriakannya, seorang lelaki Muslim menerjang dan membunuh pengraji Yahudi tadi. Melihat itu, orang-orang Yahudi membunuh laki-laki itu. Mendengar berita kematia si lelaki, keluarganya yang Muslim menuntut pertanggung jawaban orang-orang Yahudi tersebut. Maka Rasulullah datang dan mengepung mereka selama limabelas malam. Atas perintah Nabi, mereka turun dan diberi hukuman meninggalkan Madinah.[3]
Sikap ingkar janji yang dilakukan kaum Yahudi mulai terlihat yaitu ketika terjadinya Perang Badar dan juga Perang Uhud. Kaum Yahudi berjumlah 300 orang dipimpin Abd Allah bin Ubay, seorang munafik yang awalnya bersedia membantu kaum Muslimin tiba-tiba membelot dan kembali ke Madinah yang mengakibatkan kaum Muslimin mengalami kekalahan sehingga Nabi dengan tegas mengusir Bani Nadhir, salah satu dari dua suku Yahudi yang berkomplot dengan Abd Allah bin Ubay keluar kota. Sebagian besar mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi yang lain, yaitu Bani Quraizhah masih tetap berada di Madinah.
Pengkhianatan kaum Yahudi yang lain adalah dengan bergabungnya mereka dengan orang-orang kafir yang menyerang Madinah dengan cara mengepung Madinah pada Perang Khandak. Dalam suasanan kritis ini, orang-orang Yahudi Bani Quraizhah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad berkhianat. Namun, usaha pengepungan tidak berhasil dan akhirnya dihentikan. Sementara itu, pengkhianat-pengkhianant Yahudi Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.[4]
Yahudi juga berusaha melakukan makar untuk membunuh Nabi saw. Seorang Yahudi bernama Amr bin Jahsy bin Ka’ab naik ke atas sebuah rumah dan hendak melemparkan batu besar kepada Rasulullah. Akan tetapi Allah melindungi Rasul-Nya. Allah mengirimkan kabar dari langit tentang rencana kaum tersebut. Lalu Rasulullah bergegas pulang ke Madinah dan menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang usaha pengkhianatan orang Yahudi tersebut. Para sahabat bergegas memerangi mereka. Ketika orang-orang Yahudi mengetahui kedatangan pasukan Muslim, mereka berlindung di benteng-benteng. Rasulullah mengepung mereka selama enam malam. Nabi saw. memerintahkan untuk memotong pohon kurma dan membakarnya. Kemudia Allah menelusupkan rasa takut di hati mereka hingga mereka miminta Rasulullah agar mengizinkan mereka keluar dari Madinah dan mengampuni nyawa mereka serta meminta izin untuk membawa harta mereka seberat yang dapat dipikul unta-unta mereka, kecuali senjata. Rasulullah pun mengizinkannya lalu mereka keluar menuju Khaibar dan ada yang pergi menuju Syam.[5]
Di antara pengkhianatan Yahudi yang lain adalah seorang wanita bernama Zainab binti al-Harits bin Sallam. Dia memberikan kambing panggang beracun kepada Nabi. Saat itu, Nabi bersama sahabatnya, Basyar bin al-Barra bin Ma’rur. Mereka mengambil pahanya dan memakannya. Kemudian Rasulullah memuntahkannya dan bersabda, “Daging ini memberitahukan kepadaku bahwa ia beracun.” Maka wanita itu didatangkan dan dia mengakui perbuatannya. Rasulullah memaafkannya. Akan tetapi, ketika Basyar bin al-Barra mati keracunan karena memakan daging kambing beracun itu, Nabi membunuhnya sebagai qishashatas perbuatannya.[6]
Yahudi pasca Kematian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Sepeninggal Rasulullah, negara Islam tidak pernah lepas dari makar dan tipu daya Yahudi. Mereka terus melanjutkan tindakan-tindakan keji mereka. Pada zaman Khulafa al-Rasyidun, mereka masuk Islam dan menjadi anggota kaum munafik agar dapat leluasa berbuat makar dan tipu daya terhadap Islam. Para sejarawan Muslim sepakat bahwa pembunuhan Umar bin Khattab merupakan hasil dari rencana orang-orang Yahudi, Majusi, dan Romawi yang dijalankan oleh Abu Lu’lu’ah al-Fairuz, seorang budak beragama Majusi.[7]
Di akhir masa kekhalifahan Utsman terjadi pergolakan setelah sepuluh tahun masa kekhalifahannya yang penuh dengan kemakmuran dan penaklukkan atas negeri-negeri lain. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa beberapa pemimpin kelompok ekstrim dan orang-orang munafik yang sangat memusuhi Islam masuk dalam aksi pembangkangan ini. Mereka dipimpin oleh seorang Yahudi dari Yaman bernama Abdullah bin Saba’. Dia berpura-pura masuk Islam, menyulut kekisruhan yang berakibat pada pembunuhan Utsman. Konspirasi orang-orang Yahudi juga berlanjut di masa Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Saba’ mengatakan bahwa Ali adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi. Bahkan sampai mengatakan Ali adalah seorang Nabi dan Tuhan. Demikianlah dia merusak akidah umat Islam.
Yahudi di masa Dinasti Turki Utsmani
Pemerintah Dinasti Utsmaniyah menerima ribuan pengungsi Yahudi yang lari dari tekanan agama Nasrani di Spanyol dan negara Nasrani lainnya. Pemerintahan Utsmaniyah mengeluarkan undang-undang yang melindungi agama Yahudi, yaitu menegaskan perlindungan dan penghormatan bagi ahl al-Dzimmah. Ketika Sultan Bayazid II menjadi Khalifah Dinasti Ustmaniyah, dua orang Rahib Yahudi Eropa datang dan meminta kepadanya agar mengizinkan mereka hijrah ke negara Turki Utsmani dan Sultan mengizinkannya.[8]
Di bawah hukum Islam, Rahib Yahudi menjadi Pasya di Istanbul, yaitu menjadi wakil bagi seluruh masyarakat Yahudi di hadapan pemerintah Turki Utsmani, bertanggung jawab menentukan jumlah pajak bagi masyarakat Yahudi dan mengangkat pimpinan daerah masyarakat Yahudi. Pemerintah Turki Utsmani memberikan mereka otonom dalam bidang keagamaan, administrasi dan syariat.
Kebanyakan orang Yahudi tinggal di wilayah Turki Utsmani, khususnya di sebelah Timur. Namun tidak sedikit yang tinggal di negara-negara besar lainnya seperti di Baghdad, Halab, Damaskus, Kairo, dan Yaman. Ketika orang-orang Utsmani menaklukkan negara-negara tersebut dan memasukkannya ke dalam kekuasaan mereka, secara otomatis orang-orang Yahudi yang tinggal di dalamnya menjadi warga negara Turki Utsmani sebagai penduduk Ahl al-Dzimmah. Pemerintah Utsmaniyah adalah pemerintahan yang paling ramah menyambut mereka yang lari dari Eropa Nasrani.
Orang-orang Yahudi merambah berbagai lapangan bisnis dan industri. Mereka kemudian menjadi pemilik toko-toko besar di Azmir, Salanik, dan Istanbul. Mereka juga memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan terhormat. Untuk mewujudkan cita-cita, sebagian di antara mereka berpura-pura masuk Islam dan berganti nama dengan menggunakan nama Islam. Mereka ini dinamakan ‘Yahudi Dunamah’.[9]Kelompok Yahudi Dunamah ini menguasai berbagai lapangan hidup di Turki. Mereka menjadi anggota beberapa partai politik besar. Mereka juga menguasai media massa berpengaruh di Turki.
Pada akhirnya, berkat orang Yahudilah kekhilafahan Islam di Turki berakhir dengan kemunculan Mustafa Kemal Ataturk sebagai presiden pertama Republik Turki pada tahun 1924.
[1] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah (Cet.12, Jakarta: Qisthi Press, 2010), h.11.
[2] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah, h.11-12.
[3] Abd al-Salam Harun, Tahzib Sirah Ibn Hisyam (Cet.1, Damaskus: Dar al-Fikr), h.188-189.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Cet.2, Jakarta: Amzah, 2010), h.70.
[5] Imaduddin Khalil, Dirasah fi al-Sirah (Cet.1, Mosul: Maktabah al-Haditsah, 1983), h.321.
[6] Sa’ad Karim al-Fiqi, Pengkhianat-pengkhianat dalam sejarah Islam (Cet.1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), h.10-11.
[7] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah, h.121.
[8] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah, h.123.
[9] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah
Komentar
Posting Komentar